Minggu, 26 April 2009

Sungguhkah Kita Beriman Kepada Hari Akhir... Oleh: Syaikh Muhammad bin Husain Ya’qub

Saudaraku, mari kita tanya, apakah kita sudah benar-benar beriman? Apakah orang seperti kita ini telah beriman kepada Allah dan hari akhir? Apakah kita sadar betul, bahwa kematian pasti mendatangi kita, dan tak ada tempat menghindar darinya, kemudian pada hari perhitungan kita akan dibangkitkan dari kubur? Saudaraku, seorang Mukmin merealisasikan iman dengan perbuatan dan perkataan. Iman bukan sekedar ucapan yang bisa dibuat main-main, lalu dibiarkan begitu saja.

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Iman tidak hanya angan-angan dan hiasan semata. Ia adalah apa yang diyakini oleh hati, lalu direalisasikan dengan tindakan. Iman adalah keyakinan yang mengakar kuat di hati dan dibuktikan dengan kenyataan. Keyakinan itu tidak berubah, sehingga benar-benar menancap kuat pada diri seseorang.”

Hasan Al-Bashri rahimahullah kembali berkata, “Celakalah manusia oleh angan-angannya: berkata tanpa beramal, bermakrifah tanpa bersabar, dan beriman tanpa keyakinan. Mengapa ada beberapa orang yang tak memiliki akal. Kudengar ucapan tapi tak ada realitanya. Demi Allah, ia masuk ke sebuah kaum lalu keluar. Mengerti tetapi mengingkari. Mengharamkan, tetapi kemudian menghalallkan. Agama mereka hanya sebatas manis di bibir. Jika ditanya, ‘Apakah engkau beriman kepada hari kiamat?’ mereka menjawab, ‘Ya,’ kemudian mendustakannya. Apa yang kau ketahui tentang kiamat?”

Saudaraku, inilah akhlak orang-orang beriman. Ada keteguhan dalam beragama, ada iman dalam keyakinan, ada ilmu dalam santun dan berlaku santun dengan ilmu. Ada kecerdasan dalam kelembutan, keindahan dalam jejaknya, ada kemurahan dalam kayanya. Ada kelembutan dalam pemberiannya, ada kasih sayang bagi yang lemah. Selalu menunaikan hak-hak. Ada kesadaran dalam keistiqamahannya. Tak membalas orang yang membenci. Tak ada keengganan dalam menolong. Tak pernah menghina dan mengejek, tak pernah tenggelam dalam senda gurau dan permainan sia-sia. Tak menggunjing manusia. Tak mengerjakan sesuatu yang tidak diketahuinya. Tak pernah menolak kebenaran. Subhanallah, inilah akhlak orang-orang beriman. Tetapi, di manakah mereka? Apakah Anda termasuk bagian dari mereka?

“Ya Allah, sempurnakanlah cahaya kami, dan ampunilah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrim: 8).

Saudaraku, kematian adalah keniscayaan, yang orang sombong tak berdaya menghadapinya. Cerdik pandai tak kuasa mendebatnya, karena kematian adalah peristiwa yang selalu berulang. Tetapi menusia lupa atau pura-pura melupakannya. Seluruh yang hidup akan berakhir dengan kematian. Meninggalkan harta, keluarga dan kenikmatan yang Allah berikan padanya. Bahkan keluarganyalah yang akan mengurugnya dengan tanah. Saudaraku, umur mempunyai batas, dan kehidupan pasti berakhir. Kita tidak tahu, kapan umur dan kehidupan kita berakhir. Tetapi kita yakin, semuanya tak akan lagi terjadi.

Allah “Azawajalla berfirman, “Setiap orang mempunyai ajal. Ketika datang ajal, tak dapat di akhirkan atau dimajukan.” (Al-A’raf: 34)

Bagaimana dengan dirimu, ketika telah sampai di ujung kehidupan, dan kemudian berpindah ke alam lain? Apakah kau tahu, akan berpindah ke alam yang lebih baik, atau sebaliknya, kau akan berpindah ke alam yang lebih ngeri dan mencelakakanmu? Saudaraku, kita adalah musafir. Jalan yang kita lalui begitu panjang, banyak halangan dan rintangan. Persiapkanlah bekal di dunia untuk perjalanan menuju akhirat. Jangan sampai kau lupa tujuanmu, karena tertipu oleh rintangan; kenikmatan syahwat, harta yang melimpah dan indahnya kehidupan. Semuanya tak akan kekal.

Katakanlah, “Kenikmatan dunia sangan sedikit. Sedangkan akhirat lebih baik bagi orang yang bertakwa. Dan kalian tidak akan didzalimi sedikitpun. Dimanapun berada, maut akan menjumpai kalian, walau berada di benteng yang kokoh.” (An-Nisa’: 78).

Saudaraku, berikan jalan lapang agar kebenaran masuk ke dalam diri kita. Lapangkan jalan, agar kita menyadari hakikat kehidupan. Demi Allah, sesungguhnya kehidupan yang terlepas dari rambu-rambu Ilahi, kehidupan yang putus hubungan dengan Dzat yang Maha Hidup dan tak pernah mati, kehidupan yang keluar dari naungan syari’at Allah, adalah kehidupan yang hina dan tercela. Kehidupan di dalamnya dicekam keresahan. Jiwa mereka lapar, karena hidup tak pernah mengerti kebenaran dan jalannya.

Maka kenalilah Rabb-mu, Ia akan mengenalimu. Engkau akan mendapati kebahagian dan memperoleh petunjuk untuk meraih tujuan. Tanpanya, kehidupanmu hanyalah fatamorgana yang muncul oleh kilatan cahaya mentari di siang yang panas. Seolah memberitahukan kepadamu sebuah benda, padahal hanya fatamorgana. “Dan orang-orang yang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (An-Nur: 39).

Saudaraku, jangan sampai ketika kehidupanmu berakhir dan kau berpindah dari dunia lalu memandang hari-hari yang telah berlalu, kau dapati kenyataan yang menyakitkan. Hari-hari kelabu yang kau habiskan untuk bermaksiat kepada Allah ‘Azawajalla. Jangan sampai kau tertipu kesenangan dan kemewahan dunia, hingga tak mengerti hakikat sesungguhnya. Bila itu terjadi, kau akan menangis saat ruhmu sampai di kerongkongan ketika orang-orang mengelilingimu. Dikatakan kepadamu, “Kehidupan telah berakhir. Kini kau memasuki tahap ujian”.

Allah ‘Azawajalla berfirman,

“Mereka menjawab, ‘Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?’ (Ghafir: 11).

Allah ‘Azawajalla berfirman,

“Dan mereka berteriak di dalam neraka itu, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang saleh berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tiak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolong pun.” (Faathir: 37).

Lalu bagaimana?

Kematian takkan menyibukan dunia, sampai ia datang menjemput.

Kita selalu disibukkan oleh kenikmatan-kenikmatan.

Kematian tak akan mendatangi sesuatu yang bernafas,

Kecuali ia dating membawa pedang yang terasah.

Barangsiapa mati, ia telah terputus dan menjauh. Sementara yang hidup akan menyusul.

Apa yang nampak bagimu adalah hidangan yang fana. Setiap yang pernah memakan, pasti suatu saat akan dimakan.

Inilah ancaman yang paling membahayakan. Di sinilah, persimpangan jalan Ahli Iman dengan Ahli Kufur dan Maksiat. Apakah setelah itu ada kehidupan baru? Apakah ada nikmat dan adzab dalam kubur? Apakah kelak akan dibangkitkan dan digiring untuk dihisab dan diberikan balasan pada hari persaksian, ataukah tidak? Apakah ada surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan neraka yang disediakan bagi orang-orang kafir?

Ahlul Iman meyakini bahwa kehidupan ini akan berakhir, kemudian manusia berpindah menuju kehidupan lain yang tak pernah berakhir. Dunia, bagi mereka, adalah lahan ujian, sementara akhirat adalah tempat menuai hasil. Mereka meyakini dalam kubur ada adzab dan siksa. Kemudian Allah akan membangkitkan manusia dari kuburnya pada hari kiamat. Itulah hari agung, saat manusia berdiri di hadapan Rabbul Alamin.

Pada hari itu Allah menghitung amal mereka, lalu memasukkan orang-orang Mukmin ke surga dengan rahmat-Nya. Seluruh amal mereka diganjar. Sesungguhnya Allah Maha Memiliki Keutaman yang besar.

Pada saat bersamaan, dengan keadilan-Nya, Ia akan memasukkan orang-orang kafir ke neraka. Betapa buruk tempat kembali orang-orang kafir. Saudaraku, nyawa akan melayang dan jasad kita akan ditanam di tanah. Kubur menjadi gerbang pertama menuju kehidupan yang berbeda. Penuh misteri dan mencekam.

!!!

Diantara tuntutan iman adalah, agar kita memikirkan hal ini. Kalau tidak, celakalah kita. Berpikir adalah tahap pertama dalam rangka persiapan. Inilah yang seharusnya dilakukan oleh siapa saja yang akan didatangi oleh kematian, lalu terbaring dalam tanah. Kemudian cacing tanah akan mengurainya. Malaikat Munkar dan Nakir akan mengintrogasinya.

Kuburan adalah tempat tinggal, dan kiamat adalah janjinya. Surga dan neraka adalah tempat kembalinya. Mengapa seseorang tidak berpikir tentang kematian dan selalu mengingatnya? Mengapa ia tidak bersiap-siap menghadapinya? Janganlah ia memperhatikan dan menunggu sesuatu kecuali kematian.

Syarat kemenangan dan kesuksesan adalah mempersiapkan diri menghadapi kematian, dan menyadari bahwa dirinya akan menjadi penghuni kubur. Tetapi kebanyakan hati manusia mengeras. Mereka mengabaikan peringatan akan ancaman yang membahayakan ini. Kalaupun mereka mengingat kematian, itu pun dilakukan dengan hati yang hampa. Bahkan dengan hati yang disibukan oleh syahwat duniawi. Maka, hatinya semakin mengeras. Mengapa harus menentang dan menghalangi jalan Allah ‘Azawajalla?

Saudaraku, mengapa hati kita tetap mengeras, dan tidak mempan dengan peringatan dan dakwah —dengan segala macam bentuknya—yang datang terus menerus? Mengapa kita tak mau iltizam dengan syariat Allah? Apakah dunia telah demikian parah memperdayakan, sehingga kita menjadikannya sesembahan selain Allah ‘Azawajalla?

Tak ada tujuan dan kesibukan yang dimiliki dunia selain syahwatnya. Padahal kita telah mengerti, bahwa kenikmatan dunia menipu, karena tidak kekal. Ia telah tahu bahwa jalan selamat adalah dengan meninggalkannya.

Apakah semua ini akibat peperangan terus-menerus yang menyerang Islam di setiap tempat, dalam segala bentuk; baik perang militer atau budaya?

Apakah ini disebabkan rencana jahat yang akan memadamkan gairah keislaman kita, yang membuat manusia berpaling kepada mereka, sehingga jatuh ke jurang wahn (cinta dunia dan takut mati).

Tak ada lagi tempat dan perhatian bagi agama kita. Semuanya berlomba-lomba meraih fatamorgana kehidupan ala Barat. Semuanya ingin memperoleh kemapanan hidup yang tanpa ruh. Kita semakin jauh dari agamanya.

Hari ini kita lihat fenomena tragis. Ketika sebagian kaum Muslimin –yang warna kulit dan bahasa yang dipakai sama dengan kita—ada yang meragukan hal ini. Bahkan diantara kita ada yang menghina ajaran Islam, mengejek dalil tentang adzab kubur dan mendustakannya. Kita khawatir, orang-orang seperti kita ini—secara bertahap—akan mendustakan adanya hari kiamat, bahkan mendustakan ajaran Islam secara keseluruhan, dan lebih parah lagi, tidak meyakini wujud Allah.

Pemahaman keliru seperti itu seperti kegelapan yang bertumpuk, yang akumulasinya membentuk kesesatan. Proses penyesatan seperti ini lebih cepat daripada memupuk iman dari awal. Ibarat naik gunung, jalan menurun lebih cepat dilalui daripada menanjak. Berhati-hatilah!

Saudaraku, disini aku hanya ingin mengingatkan siapa saja yang masih menginginkan berjumpa dengan Allah dan keselamatan di akhirat. Aku berusaha untuk menyadarkan, menarik rambutnya dengan kuat, sebelum terpuruk dalam penyesalan. Aku menginginkan ia ikut serta bersama dalam bahtera keimanan, bukan bersama dengan orang-orang yang celaka. Aku ingin menjelaskan sesuatu yang berguna. Semoga kau bisa memetik manfaat darinya.

Pertama kali, ikhlaskan dirimu, lalu relakan waktumu barang satu jam saja untuk bersamaku. Mudah-mudahan engkau akan selamat sepanjang hayatmu.

Saudaraku, pertama kali yang harus kita sadari adalah ancaman besar yang memisahkan antar kita dengan akhirat. Tentu kita tahu, bahwa jalan menuju Allah tidak bisa ditempuh dengan telapak kaki, tetapi dengan hati. Kalau hati keras dan beku, akan kita coba beri obat berupa penjelasan tentang dahsyatnya kubur. Mintalah pertolongan pada Allah, dan jangan merasa lelah. Minumlah obat itu dari sekarang, sampai hatimu hidup kembali.

!!!

MUHAJIRIN


ومهاجرٌ
Wa Muhajirun
(orang yang berhijrah)


ومهاجر في الله ودع أهله
Berhijrah di jalan Allah dengan meninggalkan keluarga.

لم يلتفت يوم الفراق وراءه
Tak menghiraukan hari perpisahan yang telah berlalu.

ألقى ثقال الارض عن أكتافه
Mencampakkan beban dunia dari dirinya.

ورمى الهوى لمّا أراد سماءا
Membuang hawa nafsu di saat membuncah setinggi awan.

ومضى كأن الأرض لم يولد بها
Dan tetap berlalu tidak menghiraukan, seakan-akan dunia tidak diciptakan untuknya.

أبداً ولم يعرف له رفقاء
Selama-lamanya, sedangkan ia tidak mengetahui siapa temannya.

مستجمعاً أسراره في صدره
Berkumpul seluruh rahasia di dalam dadanya.

أط الفؤاد بثقلهن وناءا
Hati selalu membisiki dengan dunia yang akan membuatnya menjadi lemah.

لولا اليقين لما أطاق بقاءاها
Kalaulah bukan karena keyakinan, tentulah ia tidak kuat untuk meneruskannya...

بين الضلوع ولا أطقن بقاءا
...di antara godaan yang selalu mengusik.

هل بعد أن ترك النذير ديارهم
Apakah setelah berjanji untuk meninggalkan kampung halaman...

ترضى بدور القاعدين إواءى
Mereka rela dengan hanya sebagai qoidun (orang yang duduk tidak berjihad)?

أم بعد أن ترك الجهاد سبيلهم
Ataukah pergi berjihad sebagai jalan hidup mereka...

لنعمة فيها ولا نعماء
Sungguh suatu kenikmatan yang tidak lain hanyalah kebaikan.

اليوم يوم السيف إن تضرب به
Hari ini adalah hari-hari pertempuran jika engkau terjun di dalamnya.

أثخن وإن تنذر فلا إرجاءا
Lebih bermakna jika engkau berjanji untuk tidak berpaling.

والجيش جيش المسلمين توكلاً
Dan pasukannya adalah Pasukan Muslimin yang selalu berserah diri.

توكلاً وعقيدة ولواء
Yang selalu bertawakkal, membela aqidah dan meninggikan panji Islam.




Ya Allah hidupkan kami
dalam keadaan mulia dan berbahagia
dan matikan kami
sebagai syuhada
dan kumpulkan kami
Menyertai Kalangan Terbaik
bersama Nabi kami tercinta
Shollollahu 'alaihi wasalam

WAHAI MUJAHID...

Indah nya hidup bersama mujahid ….. ketika harus bersusah payah dalam mencari ridhoAllah …
Indahnya hidup bersama mujahid ..… ketika ia hidup dalam naungan Al Qur’an dan As Sunnah ..…
Indahnya bersuamikan seorang mujahid….. ketika ia harus mempertaruhkan segala kehidupan dunia untuk kehidupan akherat kelak.
Hiduplah semau kamu karena itu akan engkau tinggalkan
Cintailah semua yang engkau cintai …..
Ingatlah semua itu akan berpisah …
Berbuatlah apa saja yang ingin anda berbuat …..
Ingatlah semua itu akan ada balasan nya….

Indahnya hidup bersama mu wahai Mujahidku..
Jazakallah....

"Yaa Ikhwaaniy fid dien...
Yaa ikhwaan mujaahideen di mana pun dirimu!
Teruslah antum bergerak mengusungkan panji JIHAD,
kewajiban yang kini tengah dibenci oleh kebanyakan kaum muslimin,
demi kembalinya Dien semata-mata milik Allah,
hingga dien Allah tegak dan musuh-musuh Allah menjadi hina,
agar terbayankan bagi mereka yang terkena syubhat
dan tersadarkan bagi mereka yang lalai"
"Sesungguhnya kata-kata kita akan tetap mati dan membeku,
hingga kita menghidupkannya dengan darah-darah kita"

Rabu, 22 April 2009

bahan dasr dan isi dasar

ASSALAMU ALAIKUM WRWB....
BISMILLAH HIRROHMANNIRROHIM
ASHADU ALA ILLAHA ILLALLOH WA ASHADU ANNA MUAMMADDAROSULLULLOH..
Bahan dasar manusia adalah tanah,sedangkan isi dasarnya adalah ruh......
dari hal ini pada manusia ada karakter,yakni sifat yang di pengaruhi tanah sehingga manusia cinta dunia,dan hal inilah kenapa isi /tugas sebagai kholifah di muka bumi itu adalah manusia karena manusia adalah bagian dari dunia dan ada hajat yang di pengaruhi tanah yang merupakan bagian dari bumi itu,dan seandainya misalkan pengisi/tugas ssebagi kholifah di serahkan pada malaikat dan malaikat di ciptakan dari cahaya berarti malaikat tak punya hajat pada bumi sehingga bumi akan statis,selain itu tidak akan singkron dengan dunia .sedangkan ruh sifatnya illahiah sehingga manusia ada tidak selalu cinta pada dunia,hal inilah yang meengendalikan manusia dari hubbudunya.....jadi manusia itu seimbang,wajar jika manusia suka pada dunia tapi manusia tak lupa pada pencipta dunia ....mungkin itu ..kurang lebih saya minta maaf,yang benar dari Alloh SWT dan yang salah dari saya sebagi hamba yang sedang berusaha mendapat ridho-Nya

Jumat, 17 April 2009

Kata-kata ini aku tujukan buat para ikhwah pecinta jihad & mujahidin pendamba syahdah dan hurun 'ien

"Ketika aku mulai menancapkan niat jihad fie sabilillah, maka terbayang di benak fikirku :

- Tiang gantungan yang dipasang
- pintu penjara yang dibuka
- dikejar-kejar oleh musuh dan thoghut
- disiksa dan diintrogasi
- meninggalkan keluarga dan kampung halaman
- dibunuh hingga menuaisyahadah
dan ketika aku mulai menapaki jalan jihad ini, maka terlihat di depan mataku :
- kebenaran janji Allah bagi mujahidin dengan berbagai pertolongan dan hiburan
- dikuatkan iman dan azzam
dibukakan pintu bashiroh
- ditajamkan fikiran dan hati
- diberikan keberanian dan tawakkal
hingga aku semakin mantap untuk menpaki jalan ini, walau pun orang-orang munafiq membencinya, walaupun orang-orang kafir memusuhinya, walaupun mata thoghut mengincar dan menteror.
ya Allah ..... Jadikanlah aku orang yang mati syahid dalam amaliyah jihadiyah
matikanlah aku dalam barisan syuhada' isytisyhadiyah
dan jadikanlah jasadku berterbangan dibawa angin menuju surgamu
ya Allah ..... silahkan engkau cabut kebebasanku dan kesenangan duniaku ! asal kau berikan hadiah syahadah-Mu untukku
ya Allah.... bukankah telah aku sampaikan

ya Allah .... terimalah



(sumber:maknunah.multiply.com)

Kepada para thoghut di manapun dan kapanpun ia berada...

Kepada para thoghut yang berwujud pemerintah, penguasa,
qoishor (sebutan penguasa romawi), kisro (sebutan penguasa persi), fir'aun (sebutan penguasa mesir) dan raja.

Kepada pembantu-pembantu mereka dan ulama'-ulama' mereka yang menyesatkan
Kepada loyalis-loyalis mereka, bala tantara mereka,
aparat kepolisian mereka, intel-intel mereka dan penjaga-penjaga mereka
Kepada mereka semua...

kami katakan...
Sesungguhnya kami baroo'
terhadap kalian dan terhadap apa yang kalian ibadahi selain Alloh...

Kami baroo' terhadap undang-undang
kalian, manhaj-manhaj kalian, hukum kalian dan prinsip-prinsip kalian yang busuk...
Kami kufur terhadap kalian dan telah nyata permusuhan dan
kebencian antara kami dan kalian selama-lamanya sampai kalian beriman kepada Alloh saja...

Sungguh akan aku perangi musuhMu selama Engkau menghidupkanku...
Dan sungguh akan aku jadikan perang melawan mereka sebagai adat kebiasaan...
Dan akan aku bongkar borok mereka di hadapan manusia...
Dan akan aku cengangkan mereka denngan lisanku yang mengatakan..

Matilah kalian dengan membawa
kemarahan kalian karena Robbku mengetahui..
Kebusukan yang tersembunyi dalam hati kalian...
Dan Allohlah yang akan membela diin dan kitabNya...
Serta RosulNya dengan ilmu dan kekuasaan...
Dan kebenaran itu adalah penopang
yang tidak akan dapat dirobohkan..
Oleh seorangpun meskipun seluruh jin dan manusia berkumpul untuk melakukannya...
(Ibnul Qoyyim)



Maharku Adalah Jihadmu

Seandainya engkau tahu
Wahai kekasihu
aku bukanlah Sumayyah yang tangguh
merelakan anak, dan suami
mengejar kematian demi menghirup wewangian Firdausi
kerana,
aku hanyalah seorang isteri
yang butuhkan cinta dan kasih sayang
yang memerlukan didikan dan tarbiyah
darimu yang bergelar suami

tetapi,
ketika wanginya darah para syuhada dan
senandung cinta medan Jihad
membuatmu mabuk kepayang akan syurga
aku tidak lagi mampu menahan
keingananmu untuk meraih CintaNya
aku relakan cintaku tinggal disini
bersama permata-permata yang telah kau amanahkan
yang kelak akan kudidik
menjadi singa-singa yang gagah berani sepertimu
mengikuti jejak abinya yang tercinta
Engkau pergi dalam bentuk jasadi
Tetapi kau hidup dalam Ruh-ruh kami

"syukran ya Robb kerana kau memilihnya sebagai syuhada"
Besarnya cintamu padaNya
Pada DeenNya
Mengalahkan secuil kasih dan cintaku ini
Kau pergi mencari mahar
Buat meraih pelaminan syurga nan indah
Nantikan aku wahai mujahidku
Nantikan aku sebagai bidadarimu
Kerna
Wanginya kasturi Firdausi
Mula merasuki jiwaku

KEBAHAGIAANKU ADALAH MELIHAT ORANG YANG KUCINTAI TERSENYUM KEPADAKU. KARENA ITU INGIN KU JEMPUT SYAHEED SEMOGA ALLOH DAN ROSULNYA TERSENYUM KEPADAKU KELAK. INSYA ALLOH.

Alloh tujuan akhir kami Rosululloh tauladan kami
Al Qur'an petunjuk hidup kami
Jihad jalan kami Syahid cita-cita kami tertinggi

Hukum Demokrasi dan Golput Dalam Pandangan Islam.....

JAKARTA (Arrahmah.com) - Kamis, 26 Maret 2009, Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) menyelenggarakan acara IJTIMA’ ULAMA DAN TOKOH ISLAM membahas tema “Hukum Demokrasi dan Golput Dalam Pandangan Islam”.

Acara tersebut dilaksanakan mulai jam 9.00 pagi sampai jam 15.00 sore, bertempat di Ruang Pendidikan, Masjid Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Acara dihadiri oleh Ust. Abu Bakar Ba'asyir, Ust. Abu Jibriel, Ust. Mush’ab Abdul Ghaffar (editor Kafayeh Media, pengganti Ust. Aman Abdurrahman dalam acara tersebut), dan Ust. Labib (pengganti Ust. Ismail Yusanto). Mereka diundang dalam acara tersebut sebagai pemakalah.

Sebagai penanggap, hadir beberapa tokoh Islam yaitu: Dr. Jose Rizal Yurnalis Sp Oth, Ust. Fauzan Al Anshary, Achmad Michdan SH MH, Ust. M. Al Khaththath, dan Ust. Zulkifli M. Ali Lc.

Beberapa tokoh Islam lainnya juga diundang dalam acara tersebut namun berhalangan hadir, yaitu: KH Hasyim Muzadi, Ust. Aman Abdurrahman (ada pengganti), Ust. Syuhada Bahri, Ust. Ismail Yusanto (ada pengganti), dan Ust. Din Syamsudin.

Sementara dari penanggap, tokoh-tokoh yang berhalangan hadir adalah: Bpk Amin Rais, Ust. Hartono Ahmad Jaiz, Ust. Arifin Ilham, Ust. Ahmad Dedat, dan Ust. Abu Rusdan.

Ustadz Jel Fathullah bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut.

Ijtima tersebut akhirnya menghasilkan keputusan sebagai berikut:

  1. Sistem DEMOKRASI adalah SYIRIK AKBAR dan KUFUR AKBAR, hukumnya HARAM
  2. GOLPUT dalam sistem demokrasi hukumnya WAJIB
  3. Sistem DEMOKRASI akan menjerumuskan rakyat kepada KEMUSYRIKAN
  4. Harus ada pencerahan / sosialisasi tentang konsep SYARI’AT ISLAM terhadap pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia
  5. Agar umat Islam lintas lembaga /ormas dan tokoh agama islam bersatu untuk menegakkan SYARI’AT ISLAM dan menghapus sistem jahiliyah
  6. Pada seluruh ulama’ dan muballigh diamanahkan untuk menyampaikan pentingnya penegakan syari’at Islam dengan mensosialisasikan hasil ijtima’ ulama’ dan tokoh Islam yang diadakan oleh KPSI pusat
  7. Menolak pandangan sebagian umat bahwa tidak ikut pemilu (GOLPUT) itu hukumnya haram

Keputusan tersebut ditandatangani oleh:

  1. Ust. Abu Bakar Ba’asyir
  2. Ust. Abu M. Jibriel Abdul Rahman
  3. Ust. Mush’ab Abdul Ghaffar
  4. Ust. Fauzan Al Anshary
  5. Achmad Michdan SH MH
  6. Dr. Jose Rizal Yurnalis Sp Oth
  7. Ust. Zulkifli M. Ali Lc
  8. Ust. M. Al Khaththath
  9. Ust. Jel Fathullah Lc


Bagaimana dengan anda...
Apakah anda setuju dengan keputusan di atas???

50 DOSA DEMOKRASI, PEMILU, dan PARTAI

Dengan memohon taufiq kepada Allah, kami berusaha memaparkan beberapa indikasi destruktif (kerusakan) demokrasi, pemilihan umum dan berpartai:

1. Demokrasi dan hal-hal yang berkaitan dengannya berupa partai-partai dan pemilihan umum merupakan manhaj jahiliyah yang bertentangan dengan Islam, maka tidak mungkin sistem ini dipadukan dengan Islam karena Islam adalah cahaya sedangkan demokrasi adalah kegelapan.
"Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat
dan tidak (pula) kegelapan dengan cahaya." (Surat Faathir:
19-20)

Islam adalah hidayah dan petunjuk sedangkan demokrasi adalah
penyimpangan dan kesesatan.
"Sungguh telas jelas petunjuk daripada kesesatan." (Surat
Al-Baqarah: 256)

Islam adalah manhaj rabbani yang bersumber dari langit sedangkan demokrasi adalah produk buatan manusia dari bumi. Sangat jauh perbedaan antara keduanya.

2. Terjun ke dalam kancah demokrasi mengandung unsur ketaatan kepada orang-orang kafir baik itu orang Yahudi, Nasrani atau yang lainnya, padahal kita telah dilarang untuk menaati mereka dan diperintahkan untuk menyelisihi mereka, sebagaimana hal ini telah diketahui secara lugas dan gamblang dalam dien.
Allah Ta'ala berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian menaati
sekelompok orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir setelah kamu beriman." (Surat Ali 'Imran: 100)

"Karena itu janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran dengan jihad yang besar." (Surat Al-Furqaan: 52)

"Dan janganlah kamu menaati orang-orang yang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung(mu)." (Surat Al-Ahzaab: 48)

Dan ayat-ayat yang senada dengan ini sangat banyak dan telah menjadi maklum.

3. Sistem demokrasi memisahkan antara dien dan kehidupan, yakni dengan mengesampingkan syari'at Allah dari berbagai lini kehidupan dan menyandarkan hukum kepada rakyat agar mereka dapat menyalurkan hak demorkasi mereka --seperti yang mereka katakan-- melalui kotak-kotak pemilu atau melalui wakil-wakil mereka yang duduk di Majelis Perwakilan.

4. Sistem demokrasi membuka lebar-lebar pintu kemurtadan dan zindiq, karena di bawah naungan sistem thaghut ini memungkinkan bagi setiap pemeluk agaman, madzhab atau aliran tertentu untuk membentuk sebuah partai dan menerbitkan mass media untuk menyebarkan ajaran mereka yang menyimpang dari dienullah dengan dalih toleransi dalam mengeluarkan pendapat, maka bagaimana mungkin setelah itu dikatakan, "Sesungguhnya sistem demokrasi itu sesuai dengan syura dan merupakan satu keistimewaan yang telah hilang dari kaum muslimin sejak lebih dari seribu tahun yang lalu," sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah orang jahil, bahkan (ironisnya) hal ini juga telah ditegaskan oleh sejumlah partai Islam yang dalam salah satu pernyataan resminya disebutkan:
"Sesungguhnya demokrasi dan beragamnya partai merupakan satu-satunya pilihan kami untuk membawa negeri ini menuju masa depan yang lebih baik."

5. Sistem demokrasi membuka pintu syahwat dan sikap permissivisme (menghalalkan segala cara) seperti minum arak, mabuk-mabukan, bermain musik, berbuat kefasikan, berzina, menjamurnya gedung bioskop dan hal-hal lainnya yang melanggar aturan Allah di bawah semboyan demokrasi yang populer, "Biarkan dia berbuat semaunya, biarkan dia lewat dari mana saja ia mau,” juga di bawah semboyan "menjaga kebebasan individu."

6. Sistem demokrasi membuka pintu perpecahan dan perselisihan, mendukung program-program kolonialisme yang bertujuan memecah-belah dunia Islam ke dalam sukuisme, nasionalisme, negara-negara kecil, fanatisme golongan dan kepartaian. Hal ini bertentangan dengan firman Allah Ta'ala:
"Dan sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Rabbmu, maka bertaqwalah kepada-Ku." (Surat Al-Mukminun: 52)

Juga bertentangan dengan firman Allah Ta'ala:
"Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (dien) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (Surat Ali 'Imran: 103)

Dan firman-Nya:
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu gagal dan hilang kekuatanmu." (Surat Al-Anfal: 46)

7. Sesungguhnya orang yang bergelur dengan sistem demokrasi harus mengakui institusi-institusi dan prinsip-prinsip kekafiran, seperti piagam PBB, deklarasi Dewan Keamanan, undang-undang kepartaian dan ikatan-ikatan lainnya yang menyelisihi syari'at Islam. Jika ia tidak mau mengakuinya, maka ia dilarang untuk melaksanakan aktivitas kepartaiannya dan dituduh sebagai seorang ekstrim dan teroris, tidak mendukung terciptanya perdamaian dunia dan kehidupan yang aman.

8. Sistem demokrasi memvakumkan hukum-hukum syar'i seperti jihad, hisbah, amar ma'ruf nahi munkar, hukum terhadap orang yang murtad, pembayaran jizyah, perbudakan dan hukum-hukum lainnya.

9. Orang-orang murtad dan munafiq dalam naungan sistem demokrasi dikategorikan ke dalam warga negara yang potensial, baik dan mukhlis, padahal dalam tinjauan syar'i mereka tidak seperti itu.

10. Demokrasi dan pemilu bertumpu kepada suara mayoritas tanpa tolak ukur yang syar'i. Sedangkan Allah Ta'ala telah berfirman:
"Dan jika kamu mentaati kebanyakan orang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah." (Surat
Al-An'am: 116)

"Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahui."
(Surat Al-A'raf: 187)

"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur."
(Surat Saba': 13)

11. Sistem ini membuat kita lengah akan tabiat pergolakan antara jahiliyah dan Islam, antara haq dan batil, karena keberadaan salah satu di antara keduanya mengharuskan lenyapnya yang lain, selamanya tidak mungkin keduanya akan bersatu. Barangsiapa mengira bahwa dengan melalui pemilihan umum fraksi-fraksi jahiliyah akan menyerahkan semua institusi-institusi mereka kepada Islam, ini jelas bertentangan dengan rasio, nash dan sunan (keputusan Allah) yang telah berlaku atas umat-umat terdahulu.
"Tiadalah yang mereka nanti melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) atas orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapati perubahan bagi sunnatullah dan sekali-kali tidak (pula) akan mendapati perpindahan bagi sunnatullah itu." (Surat Faathir: 43)

12. Sistem demokrasi ini akan menyebabkan terkikisnya nilai-nilai aqidah yang benar yang diyakini dan diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia, akan menyebabkan tersebarnya bid'ah, tidak dipelajari dan disebarkannya aqidah yang benar ini kepada manusia, karena ajaran-ajarannya menyebabkan terjadi perpecahan di kalangan anggota partai, bahkan dapat menyebabkan seseorang keluar dari partai tersebut sehingga dapat mengurangi jumlah perolehan suara dan pemilihnya.

13. Sistem demokrasi tidak membedakan antara orang yang ‘alim dengan orang yang jahil, antara orang yang mukmin dengan orang kafir, dan antara laki-laki dengan perempuan, karena mereka semuanya memiliki hak suara yang sama, tanpa dilihat kelebihannya dari sisi syar'i. padahal Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui." (Surat Az-Zumar: 9)

Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Maka apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yang fasiq? Mereka tidaklah sama." (Surat As-Sajdah: 18)

Dan Allah Ta'ala berfirman: "Maka apakah Kami patut menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu berbuat demikian, bagaimanakah kamu mengambil keputusan?" (Surat Al-Qalam: 35-36)

Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan anak laki-laki (yang ia nadzarkan itu) tidaklah seperti anak perempuan (yang ia lahirkan)." (Surat Ali Imran: 38)

14. Sistem ini menyebabkan terjadinya perpecahan di kalangan para aktivis dakwah dan jamaah-jamaah Islamiyah, karena terjun dan berkiprahnya sebagian dari mereka ke dalam sistem ini (mau tidak mau) akan membuat mereka mendukung dan membelanya serta berusaha untuk mengharumkan nama baiknya yang pada gilirannya akan memusuhi siapa yang dimusuhi oleh sistem ini dan mendukung serta membela siapa yang didukung dan dibela oleh sistem ini, maka ujung-ujungnya fatwa pun akan simpang-siur tidak memiliki kepastian antara yang membolehkan dan yang melarang, antara yang memuji dan yang mencela.

15. Di bawah naungan sistem demokrasi permasalahan wala' dan bara' menjadi tidak jelas dan samar, oleh karenanya ada sebagian orang yang berkecimpung dan menggeluti sistem ini menegaskan bahwa perselisihan mereka dengan partai sosialis, partai baath dan partai-partai sekuler lainnya hanya sebatas perselisihan di bidang program saja bukan perselisihan di bidang manhaj dan tak lain seperti perselisihan yang terjadi antara empat madzhab, dan mereka mengadakan ikatan perjanjian dan konfederasi untuk tidak mengkafirkan satu sama lain dan tidak mengkhianati satu sama lain, oleh karenanya mereka mengatakan adanya perselisihan jangan sampai merusakkan kasih sayang antar sesama!!

16. Sistem ini akan mengarah pada tegaknya konfederasi semu dengan partai-partai sekuler, sebagai telah terjadi pada hari ini.

17. Sangat dominan bagi orang yang berkiprah dalam kancah demokrasi akan rusak niatnya, karena setiap partai berusaha dan berambisi untuk membela partainya serta memanfaatkan semua fasilitas dan sarana yang ada untuk menghimpun dan menggalang massa yang ada di sekitarnya, khususnya sarana yang bernuansa religius seperti ceramah, pemberian nasehat, ta'lim, shadaqah dan lain-lain.

18. (Terjun ke dalam kancah demokrasi) juga akan mengakibatkan rusaknya nilai-nilai akhlaq yang mulia seperti kejujuran, transparansi (keterusterangan) dan memenuhi janji, dan menjamurnya kedustaan,berpura-pura (basa-basi) dan ingkar janji.

19. Demikian pula akan melahirkan sifat sombong dan meremehkan orang lain serta bangga dengan pendapatnya masing-masing karena yang menjadi ini permasalahan adalah mempertahankan pendapat. Dan Allah Ta'ala telah berfirman:
"Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)." (Surat Al-Mukminun: 53)

20. Kalau kita mau mencermati dan meneliti dengan seksama, berikrar dan mengakui demokrasi berarti menikam (menghujat) para Rasul dan risalah (misi kerasulan) mereka, karena al-haq (kebenaran) kalau diketahui melalui suara yang terbanyak dari rakyat, maka tidak ada artinya diutusnya para Rasul dan diturunkannya kitab-kitab, apalagi biasanya ajaran yang dibawa oleh para Rasul banyak menyelisihi mayoritas manusia yang menganut aqidah yang sesat dan menyimpang dan memiliki tradisi-tradisi jahiliyah.

21. Sistem demokrasi membuka pintu keraguan dan syubhat serta menggoncangkan aqidah umat Islam, terlebih lagi kita hidup di masa dimana ulama robbaninya sangat sedikit sedang kebodohan tersebar dimana-mana. Maka lantaran terbatasnya ilmu, banyak orang-orang awam yang jiwanya down dan goncang dalam menghadapi gelombang besar dan arus deras dari berbagai partai, surat kabar, dan pemikiran-pemikiran yang destruktif.

22. Melalui dewan-dewan perwakilan dapat diketahui bahwa sesungguhnya sistem demokrasi berdiri di atas asas tidak mengakui adanya Al-Hakimiyah Lillah (hak pemilikian hukum bagi Allah), maka terjun ke dalam sistem demokrasi kalau bertujuan untuk menegakkan argumen-argumen dari Al-Quran dan Sunnah maka hal ini tidak mungkin diterima oleh anggota dewan karena yang dijadikan hujjah oleh mereka adalah suara mayoritas dan andapun mau tidak mau harus mengakui suara mayoritas tersebut, maka bagaimana anda akan menegakkan hujjah dengan Al-Quran dan Sunnah sedangkan mereka tidak mengakui keduanya. Meskipun anda menguatkan (argumen anda)
dengan berbagai dalil-dalil syar'i maka dalam pandangan mereka hal itu tidak lebih dari sekedar pendapat anda saja, bagi mereka dalil-dalil tersebut tidak memiliki nilai sakral sedikitpun karena mereka menginginkan --seperti yang mereka katakan-- untuk membebaskan diri dari hukum ghaib yang tidak bersumber dari suara mayoritas dan pertama kali yang mereka tentang adalah hukum Allah dan Rasul-Nya. Maka pengakuan anda terhadap prinsip thaghut ini --yakni kebijakan hukum di tangan suara mayoritas dan pengakuan anda akan dal itu demi memenuhi tuntutan massamu-- berarti meruntuhkan prinsip "hak pemilikan dan penentuan hukum mutlaq bagi Allah semata." Dan manakala anda menyepakati bahwa suara mayoritas merupakan hujjah yang dapat menyelesaikan perselisihan maka tidak ada gunanya lagi anda membaca Al-Quran dan hadits karena keduanya bukan hujjah yang disepakati di antara kalian.

23. Kita tanyakan kepada para aktivis dakwah yang tertipu dengan sistem ini: Jika kalian sudah sampai pada tampuk kekuasaan apakah kalian akan menghapuskan demokrasi dan melarang eksisnya partai-partai sekuler? Padahal kalian telah sepakat dengan partai-partai lain sesuai dengan undang-undang kepartaian bahwa pemerintahan akan dilaksanakan secara demokrasi dengan memberi kesempatan kepada seluruh partai untuk berpartisipasi aktif. Jika kalian mengatakan bahwa sistem demokrasi ini akan dihapus dan partai-partai sekuler dilarang untuk eksis berarti kalian berkhianat dan mengingkari perjanjian kalian merkipun perjanjian tersebut (pada hakekatnya) adalah bathil. Sedangkan Allah Ta'ala telah berfirman:
"Dan jika kamu mengetahui pengkhianatan dari suatu kaum (golongan), maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat." (Surat Al-Anfal: 58)

Dan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:
"Akan ditancapkan sebuah bendera bagi setiap orang yang ingkar pada hari kiamat kelak." (HR. Bukhary)

Adapun hadits yang menyatakan bahwa perang itu adalah tipu daya, tidak termasuk dalam pembahasan ini. Dan jika kalian mengatakan kami akan menegakkan hukum demokrasi dan mentolerir berdirinya partai-partai berarti ini bukanlah pemerintahan yang Islami.

24. Sistem demokrasi bertentangan dengan prinsip taghyir (perubahan) dalam Islam yang dimulai dari mencabut segala yang berbau jahiliyah dari akar-akarnya lalu mengishlah (memperbaiki) jiwa-jiwa manusia.

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada diri mereka sendiri." (Surat Ar-Ra'du: 11)

Maka prinsip perbaikan ekonomi, politik dan sosial adalah mengikuti perbaikan jiwa manusia-manusianya, bukan sebaliknya.

25. Sistem ini bertentangan dengan nash-nash yang qath'I yang mengharamkan menyerupai orang-orang kafir baik dalam akhlaq, gaya hidup, tradisi ataupun sistem dan perundang-undangan mereka.

26. Dan yang sangat membahayakan, sistem demokrasi dan pemilu dapat mengestablishkan (mengukuhkan posisi) orang-orang kafir dan munafiq untuk memegang kendali kekuasaan atas kaum muslimin --dengan cara yang syar'i-- menurut perkiraan sebagian orang-orang yang jahil. Padahal Allah Ta'ala telah berfirman:
"Janji-Ku (untuk menjadikan keturunan Nabi Ibrahim sebagai pemimpin) ini tidak mengenai orang-orang dzalim." (Surat Al-Baqarah: 124)

Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman." (Surat An-Nisaa': 141)

Berapa banyak orang-orang muslim yang awam tertipu dengan sistem seperti ini sehingga mereka mengira bahwa pemilu adalah cara yang syar'i untuk memilih seorang pemimpin !!!

27. Demokrasi mengaburkan dan meruntuhkan pengertian syura yang benar, karena minimal syura itu berbeda dengan demokrasi dalam tiga prinsip dasar:
a. Dalam sistem syura, sebagai pembuat dan penentu hukum adalah Allah sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Menetapkan hukum itu adalah hak Allah." (Surat Al-An'am:
57)

Sedangkan demokrasi tidak seperti itu karena penentu hukum dan kebijaksanaan berada pada selain Allah (yakni di tangan suara mayoritas).
b. Syura dalam Islam hanya diterapkan dalam masalah masalah ijtihadi yang tidak ada nashnya ataupun ijma', sedangkan demokrasi tidaklah demikian.
c. Syura dalam Islam hanya terbatas dilakukan oleh orang-orang yang termasuk dalam Ahlu'l-Halli wa'l-Aqdi, orang-orang yang berpengalaman dan mempunyai spesifikasi tertentu, sedangkan demokrasi tidak seperti itu sebagaimana telah dijelaskan pada point terdahulu.

28. Terjun ke dalam kancah demokrasi akan dihadapkan pada perkara-perkara kufur dan menghujat syariat Allah, mengolok-oloknya dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk menegakkannya, karena setiap kali dijelaskan kepada mereka bahwa hukum yang mereka buat bertentangan dengan ajaran Islam, mereka akan mencemooh syariat Islam yang bertentangan dengan undang-undang mereka dan mencemooh orang-orang yang berusaha untuk memperjuangkannya. Maka menutup erat-erat pintu yang menuju ke sana dalam hal ini sangat diperlukan. Allah Ta'ala berfirman:
"Oleh sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu sangat bermanfaat." (Surat Al-A'la: 9)

Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu memaki-maki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." (SuratAl-An'am: 108)

29. Masuk ke dalam kancah demokrasi dapat menyingkap data-data tentang harakah Islamiyah dan sejauh mana peran dan pengaruhnya terhadap rakyat yang pada gilirannya harakah tersebut akan dihabisi dan dimusnahkan sampai ke markasnya. Maka jelas hal ini sangat merugikan dan membahayakan sekali.

30. Demokrasi akan membuat harakah Islamiyah dikendalikan oleh orang-orang yang tidak kufu' (yang tidak memiliki pengetahunan dan pemahaman tentang Dien yang cukup), karena yang menjadi pemimpin harus sesuai dengan hasil partai dalam sistem kerja maupun pelaksanaan programnya harus sesuai dengan asas pemilu.

31. Dari hasil kajian dan pemantauan langsung di lapangan telah terbukti gagal dan tidak ada manfaatnya sistem ini, di mana banyak para aktivis dakwah di pelbagai negara seperti Mesir, Aljazair, Tunisia, Yordania, Yaman, dan lain-lain yang telah ikut berperan dalam pentas demokrasi ini, namun hasilnya sama-sama telah diketahui "hanya sekedar mimpi dan fatamorgana" sampai kapan kita masih akan tertipu?

32. Orang yang mau memperhatikan dan mencermati akan tahu bahwa sistem demokrasi akan menyimpangkan alur shahwah Islamiyah (kebangkitan Islam) dari garis perjalanannya, melalaikan akan tujuan dasarnya dan juga akan menjurus kepada perubahan total yang mendasar dan menyeluruh, yang hanya bertumpu pada prediksi dan khayalan belaka.

33. (Diberlakukannya sistem demokrasi) berarti menafikan peran ulama dan menghilangkan kedudukan mereka di mata masyarakat padahal merekalah yang memiliki ilmu dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, karena mereka sudah tidak lagi ditaati dan dijadikan sebagai pemimpin lantaran kebijaksanaan hukum berada di tangan mayoritas.

34. Sistem demokrasi memupuskan minat dan semangat untuk mendalami ilmu syar'i dan tafaqquh fi'd-dien dan menyibukkan manusia dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.

35. Sistem demokrasi menyebabkan terhentinya ijtihad, karena tidak ada istilah mujtahid dan muqollid dalam barometer demokrasi, semuanya adalah mujtahid tanpa perlu memiliki perangkat ijtihad atau melihat kepada dalil-dalil syar'i.

36. Sistem ini dapat menyebabkan hancur dan binasanya harakah Islamiyah, karena sering kali harakah-harakah ini bertikai dan berkonfrontasi dengan orang-orang yang menyelisihi mereka tanpa mempunyai kemampuan dan persiapan untuk menghadapi musuh.

37. Menurut sebagian aktivis dakwah, tujuan mereka masuk ke dalam sistem ini adalah untuk menegakkan hukum Allah. Padahal mereka tidak akan mewujudkannya kecuali dengan mengakui bahwa rakyat adalah sebagai penentu dan pembuat hukum, ini berarti ia telah menghancurkan tujuan (yang ingin dicapainya) dengan sarana yang dipergunakannya.

38. Demokrasi adalah sebuah sistem yang menipu rakyat pada hari ini, dengan propagandanya hukum berada di tangan rakyat dan rakyatlah sebagai pemegang keputusan, padahal pada hakekatnya tidaklah demikian.

39. Demokrasi menyita dan menghabiskan waktu dan tenaga para ulama dan aktivis dakwah, dan membuat mereka lalai dari membina umat dan dari berkonsentrasi untuk mengajarkan dienul Islam kepada manusia.

40. Dalam sistem demokrasi kekuasaan dibatasi sampai pada masa tertentu, jika masanya telah berakhir maka ia harus turun untuk digantikan dengan yang lainnya., kalau tidak maka akan terjadi pertikaian dan peperangan, padahal bisa jadi sebenarnya dialah yang paling berhak (karena memiliki kemampuan dan kecapakan yang memenuhi persyaratan sebagai seorang pemimpin) namun karena masa jabatannya telah habis ia diganti oleh orang lain yang tidak memiliki kemampuan seperti dirinya. Maka hal ini akan membuka pintu fitnah dan sikap membelot dari penguasa yang sah, padahal telah diketahui bahwa keluar (membelot) dari penguasa itu tidak boleh kecuali jika penguasa tersebut terlihat melakukan kekafiran yang nyata dan pembelotannya dapat mewujudkan kemaslahatan yang berarti serta memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut.

41. Dewan-dewan perwakilan adalah dewan-dewan thaghut yang tidak dapat dipercaya untuk mengakui bahwa pemilik dan penentu hukum secara mutlaq adalah Allah, maka tidak boleh duduk bersama mereka di bawah payung demokrasi, karena Allah Ta'ala telah berfirman:
"Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al-Quran, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan dicemoohkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk bersama mereka sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam jahannam." (Surat An-Nisaa': 140)

Dan juga dalam firman-Nya:
"Dan apabila kamu melihat orang-orang menghina ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini) maka janganlah kamu duduk lagi bersama orang-orang yang dzalim itu sesuadah teringat (akan larangan itu)." (Surat Al-An'am: 68)

42. Demokrasi pada hakekatnya menikam (menghujat) Allah serta melecehkan hikmah dan syariat-Nya. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

Pertama, kita katakan sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul dan mewajibkan manusia untuk menaati mereka, mengancam orang yang tidak taat dengan neraka dan kebinasaan, menurunkan kitab-kitab suci sebagai pemutus perkara di antara manusia. Dia menghalalkan dan mengharamkan, mewajibkan, memakruhkan dan mensunnahkan, memuji dan mencela, menghinakan dan memuliakan, mengangkat suatu kaum dan menjatuhkan kaum yang lain tanpa memandang dan melihat kondisi dan keadaan yang menyelisihi ajaran para Rasul. Bahkan ketika para Rasul tersebut datang, mayoritas manusia --kalau kita tidak mengatakan semuanya--- dalam kesesatan dan dalam kungkungan kejahiliyahan yang membabi buta. Maka sekiranya demokrasi dan hak membuat dan memutuskan hukum yang berada di tangan rakyat itu benar, berarti semua perbuatan yang telah dilakukan Allah ini sia-sia belaka. Maha Suci Allah atas semua hal ini.
Kedua, kita katakan sekiranya demokrasi itu haq (benar), niscaya diturunkannya kitab-kitab suci dan diutusnya para Rasul merupakan tindakan semena-mena dan dzalim serta berbenturan dengan pendapat dan hak manusia untuk menghukumi mereka dengan hukum mereka sendiri. Maha Suci Allah dari segala bentuk kedzaliman.
Ketiga, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya hukum tentang
jihad dan tumpahnya darah orang-orang kafir yang menentang Islam serta hukum membayar jizyah dan perbudakan adalah tindak kedzaliman bagi mereka dan bertentangan dengan pendapat-pendapat mereka yang destruktif. Sikap seperti ini berarti menghujat syari'at Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sisi lain, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya pengusiran iblis dari surga, pembinasaan kaum Nabi Nuh, ditenggelamkannya Fir'aun dan pasukannya serta kebinasaan yang menimpa kaum Nabi Hud, Shalih, Syu'aib, dan Luth, ini semua merupakan tindak kedzaliman atas mereka karena Allah mengadzab mereka lantaran pemikiran-pemikiran dan aqidah mereka yang destruktif.
Sisi lain, sekiranya demokrasi itu haq, niscaya hukuman rajam terhadap orang yang berzina dan hukuman cambuk terhadap orang yang minum arak merupakan tindak kekerasan dan kekejaman, dan mengusik kebebasan individu seperti dikatakan oleh orang-orang dzalim.
"Alangkah busuknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta." (SuratAl-Kahfi: 5)

Maha Tinggi Allah atas apa-apa yang diucapkan oleh orang-orang yang dzalim.

43. Di bawah naungan sistem demokrasi berbagai bid'ah dan kesesatan dengan berbagai macam pola tumbuh subur dan orang-orang yang menyerukannya dari berbagai thoriqot dan firqoh seperti Syiah, Rafidlah, Sufiah, Mu'tazilah, Kebatinan, dan lain-lainnya pun bermunculan. Bahkan di bawah naungan sistem ini mereka mendapatkan dukungan dan dorongan dari orang-orang munafik yang berada di dalamnya dan juga dari kekuatan-kekuatan yang terselubung dari pihak luar. Dan Allah tetap memiliki urusan terhadap makhluk-makhluk ciptaan-Nya.

44. Sebaliknya bertubi-tubi tuduhan dan dakwaan yang ditujukan kepada para aktivis dakwah dengan menjelekkan citra mereka di mata masyarakat umum sehingga mereka dijuluki sebagai pencari kedudukan, harta dan jabatan, dan mereka juga dijuluki sebagai penjilat dan masih banyak lagi julukan-julukan dusta lainnya sebagai akibat diberlakukannya asas bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat serta menghujat harga diri orang lain.

45. Orang yang berada di dalam sistem ini dipaksa untuk bergabung dalam satu barisan bersama partai-partai murtad dan zindiq dalam mempertahankan prinsip-prinsip jahiliyah seperti deklarasi-deklarasi internasional, kebebasan pers, kebebasan berpikir, kebebasan etnis Arab.

46. Sistem ini akan mengakibatkan hancurnya perekonomian dan disia-siakannya harta rakyat, karena anggaran belanja negara akan dialokasikan oleh partai-partai berkuasa demi memenuhi ambisi mereka dengan membangun gedung-gedung dan menjalankan kampanye pemilihan umum sesuai dengan yang mereka rencanakan dan agar partai-partai tersebut dapat mewujudkan pembelian dukungan (penggalangan dan pengumpulan massa) dengan iming-iming materi yang menggiurkan.

47. Sistem ini memadukan antara haq dan bathil, jahiliyah dan Islam, serta antara ilmu dan kebodohan.


48. Demokrasi mencabik-cabik jati diri umat Islam dan menjatuhkan kewibawaan mereka melalui penghujatan atas syari'at dan tuduhan bahwa syari'at tersebut sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zaman, juga melalui pengebirian sejarah dan hukum Islam dan mengilustrasikan bahwa Islam itu diktator tidak seperti demokrasi. Di samping itu demokrasi berarti meleburkan umat Islam secara membabi buta ke dalam satu wadah bersama orang-orang barat dari golongan Yahudi dan Nasrani yang memendam dendam kesumat kepada umat Islam.

49. Sistem ini akan membuat labilnya keamanan suatu negeri dan terjadinya persaingan antar partai yang tidak berujung pangkal, maka manakala sistem ini diterapkan di suatu negara, niscaya akan tersebar rasa takut, cemas, persaingan antar penganut aqidah, aliran, fanatisme golongan dan keturunan, sikap oportunis dan bentuk-bentuk persaingan tidak sehat lainnya.

50. Kalaupun ada kemaslahatan yang dapat dipetik dari berkiprah dalam demokrasi dan pemilihan umum, kemaslahatan ini masih bersifat parsial dan masih samar jika dibandingkan dengan sebagian kerusakan besar yang ditimbulkannya apalagi jika dibandingkan dengan keseluruhannya. Dan orang yang mengamati secara obyektif atas sebagian yang telah disebutkan akan menjadi jelas baginya ketimpangan sistem thoghut ini dan jauhnya dari dienullah bahkan sesungguhnya demokrasi adalah aliran dan sistem yang paling berbahaya yang dipraktekkan di dunia saat ini, ia merupakan induk kekafiran, dimana memungkinkan setiap aliran dan agama baik itu Yahudi, Nasrani, Majusi, Budha, Hindu dan Islam untuk hidup di bawah naungannya. Dalam barometer demokrasi semua pendapat mereka dihargai dan didengar, mereka berhak untuk mempraktekkan dan mengamalkan aqidah mereka dengan seluruh sarana dan fasilitas yang ada. Cukuplah hal ini sebagai tanda zindiq dan keluar dari dien Islam, maka bagaimana mungkin setelah ini dikatakan sesungguhnya demokrasi itu sesuai dengan Islam atau Islam itu adalah sistem demokrasi atau demokrasi itu adalah syura sebagaimana dikatakan oleh sejumlah orang yang menggembar-gemborkan sistem ini sebagai sistem Islam.



Penutup

Akhirnya kami mengharap dari setiap saudara yang berambisi untuk memperjuangkan Dienullah untuk benar-benar mencermati serta mengkaji kembali kerusakan-kerusakan ini, dan melihat kepadanya secara obyektif jauh dari fanatik individu, badan,atau institusi tertentu karena kebenaran itu lebih berhak untuk diikuti dan hikmah merupakan barang orang mu'min yang hilang dimanapun ia mendapatkannya maka ia berhak atasnya. Kami memohon kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Tinggi dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang agung agar menyatukan hati-hati kaum muslimin di atas ketaatan kepada-Nya dan menyatukan barisan mereka di atas Al-Haq dan ittiba' (mengikuti tuntunan dan garis perjuangan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam). Karena Dialah Yang Maha Kuasa atas hal tersebut. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada penutup para Nabi dan Rasul Nabi kita Muhammad, segenap keluarganya, sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang meniti jejaknya dan mengikuti sunnahnya sampai hari kiamat.

Rabu, 15 April 2009

Apakah arti dien?

*Dienul Islam*

*Ad-Din* menurut bahasa, memiliki beberapa arti. Hal pertama yang perlu
digarisbawahi adalah penerjemahan kata *ad-dîn *dengan *agama, *memang
benar, salah satu maknanya adalah agama, tetapi tidak semua kata
*ad-dîn *berarti
*agama*. Firman-Nya *“Mâlik yaum addîn”*tidak diterjemjahkan dengan “*Pemilik
hari agama*”, tetapi “*Pemilik hari pembalasan*”. Makna kata *Dîn *yang
lain adalah ketaatan

(Sumber : Shihab, M. Quraish. Ayat -Ayat Fitna : Sekelumit Keadaban Islam di
Tengah Purbasangka, Tangerang : Lentera Hati, 2008)

Arti dari *ad-din* adalah (dalam konteks Dinul Islam) :

- Ajaran untuk mengatur kehidupan, dan mempunyai cara - cara tertentu.

- Undang - undang, konstitusi untuk mengatur kehidupan manusia.

Islam artinya tunduk, patuh, menyerah (kepada aturan Allah dan Rasul-Nya).
Al Islam, Islam adalah : Menampakkan ketundukan, patuh dan memperlihatkan
syari’ah, juga ltijam (selalu berpegang teguh), pada syari'at.

Apabila dikatakan: ”Si Fulan Muslim”, maksudnya adalah muslim yang
menyerahkan segala urusannya hanya pada Allah semata.dan Ikhlas lillahi
ta’ala semata.

Contoh kata: ”*sallama Assyaia lifulaanin*”, maksudnya “Ia menyerahkan
perihal itu kepada seseorang”, maksudnya adalah ia telah mengikhlaskan apa
yang diberikannya itu pada si Fulan tadi.

Jadi, pengertian Dienul Islam adalah : Sistem dan undang - undang hidup yang
berasaskan dua hal :

1. Ketundukan dan ketaatan secara mutlak kepada Allah dan Rasul-Nya dengan
mengamalkan seluruh syariat-Nya dan Sunnahnya.

2. Berlepas diri dari kemusyrikan, dari orang - orang musyrik berikut tata
cara

kehidupannya.

*Ad-Din* ada dua :

A. Dienullah : *ad-din* yang turun dari Allah SWT.

B. Diennas : Aturan yang berasal dari pemikiran manusia; contoh: sistem
komunis, demokrasi, kerajaan (monarki), oligarki dll.

Dinul Islam memiliki dua pokok :

1. Aqidah

2. Syariat

Syari’at menurut bahasanya orang Arab adalah :” Jalan timbulnya air”, dimana
disana tempat manusia minum dan menimba air darinya. Jadi, pengertian
syari’at ini sangat sesuai dengan bahasa, karena sudah kita lihat dalam
nash-nash bangsa arab, bahwasanya apabila si Fulan MUSLIM, berarti ia
ikhlas, dan tunduk, ridha dengan hukum Allah, dan iltijam (kuat kemauannya)
untuk menegakkan syari’at, sementara syari’at itu mencakup ketauhidan dan
segala hukum-hukum (Allah)

Untuk memudahkan, ada tujuh jenis syariat.

1. Syariat yang mengatur *ubudiyah* (ibadah), contoh ; tata cara shalat,
tata cara puasa, tata cara zakat, haji, dzikir, berdoa dst.

2. Syariat yang mengatur *munakahah* (pernikahan dan keluarga), contoh; cara
melamar, akad nikah, walimah, kewajiban suami, kewajiban istri, hak suami,
hak istri, kewajiban orangtua, dst

3. Syariat yang mengatur *jinayah* (hukum kejahatan), kriminalitas. Hukum
mencuri, hukum minum khamr, hukum berzina, membunuh muslim, membunuh kafir
dll

4. Syariat yang mengatur *muamalah* (perniagaan / ekonomi). contoh;
jual-beli, berserikat, tidak boleh riba, dilarang melebihkan atau
mengurangi takaran dll

5. Syariat yang mengatur *ahlak* / adab. misal; adab manusia kepada Allah,
manusia kepada manusia, *ahlak* terhadap orangtua, guru, rakyat dst.

6. Syariat yang mengatur *siyasah* (politik), contoh; tidak boleh menipu,
harus jujur, kalau berjanji harus ditepati, tidak boleh mengangkat wanita
sebagai pemimpin, tidak boleh

mengangkat orang kafir sebagai pemimpin, mengangkat khalifah dll.

7. Syariat yang mengatur *asykari* (angkatan perang). contoh; membentuk
pasukan, kewajiban jihad, tata cara berperang, larangan dalam berperang
dll.

Kita sering mendengar kaedah :”*Al Islam Ya’lu, wala Yu’laa ‘alaihi*”
maksudnya adalah : Islam itu tinggi, tidak ada yang lebih tinggi dari Islam.
Pada prakteknya keempat madzhab fiqih mengambil kaedah ini sebagai sebab
untuk hukum-hukum syari'at.

Berikut ini rujukan dari Abu A’la Maududi untuk pembanding tema *ad-din* dan
syariah :

Ketika membahas mengenai Islam, kita sering mendengar dan menggunakan dua
kata berikut: *din *dan *syari’ah*.

Namun sangat sedikit yang memahami makna yang benar dari kedua kata
tersebut. Bukan hanya orang buta huruf, bahkan yang cukup terpelajar dan
sarjana – sarjana agama pun tidak benar – benar menyadari perbedaan penting
antara konsep *din* dan *syariah*. Disebabkan ketidaktahuan ini, *din* dan *
syariah* sering dirancukan dengan lainnya, sampai – sampai membikin tidak
enak badan.

*Makna Din*

* *

Kata “din” digunakan untuk beberapa arti.

Makna yang *pertama* adalah kedaulatan, kekuasaan, kerajaan, kekaisaran atau
kepenguasaan.

Makna yang *kedua* adalah lawannya, yaitu ketundukan, kepatuhan, pengabdian
dan pelayanan.

Sedangkan makna yang *ketiga* adalah mempertimbangkan, menghakimi, memberi
pahala atau hukuman atas suatu perbuatan. Penggunaan ketiga makna
*din*tersebut dapat ditemukan dalam Al-Quran.

“*Sesungguhnya din (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam*.” (QS. Ali
Imran [3]: 19)

Di sini *din* berarti *way of life* (falsafah hidup), di mana kita hanya
mengenal Allah semata sebagai pemilik segala kekuasaan dan keagungan dan
ketundukan kita kepada-Nya. Kita tidak boleh menundukkan diri kepada siapa
pun selain kepada-Nya. Kita harus menganggap bahwa hanya Allah saja sebagai
Tuan, Raja dan Baginda, serta kita tidak boleh menjadi abdi dan mengabdi
kepada siapa pun selain Dia. Kita harus menganggap hanya Allah raja yang
memberikan pahala dan hukuman. Kita tidak mengharapkan pahala atau takut
atas siksaan, selain pahala dan siksaan-Nya. Islam adalah nama dari *Din*ini.

*Din *yang salah muncul saat kita menganggap kekuasaan yang sesungguhnya
adalah milik seseorang di samping Allah, saat kita menjadikan seseorang
sebagai penguasa dan tuan selain Allah, sebagai ‘pemberi’ pahala dan siksa
yang sesungguhnya, saat kita menundukkan kepala untuk merendahkan hati
kepadanya, saat kita menjadi abdinya dan mematuhi segala perintahnya, saat
kita mengharap imbalan dan hukumannya lebih dari Allah. Jenis *din *yang ini
tidak diterima Allah karena bertentangan dengan yang sebenarnya.

Tidak ada mahluk di dunia ini kecuali Tuhan yang memiliki kekuasaan dan
kekuatan, juga kerajaan dan kekaisaran. Kita tidak diciptakan untuk mengabdi
dan melayani seseorang atau apa pun. Tidak ada juga mahluk lain kecuali
Tuhan yang memiliki hak untuk memberikan pahala atau hukuman. Di beberapa
ayat Al-Quran dijelaskan pada QS. Ali Imran [3]: 85

Dengan demikian, siapa pun yang mengabaikan kedaulatan dan kekuasaan Tuhan,
mengakui orang lain sebagai tuan dan penguasa, menjadi pengabdi dan
pelayannya, dan menganggap seseorang memiliki hak memberikan pahala atau
siksa, jelas *din * dan kepemimpinannya tidak akan diterima Allah [QS.
Al-Bayyinah [98]: 5] ket: *Lurus* berarti jauh dari syirik (mempersekutukan
Allah) dan jauh dari kesesatan.

Tuhan tidak menciptakan manusia untuk mengabdi kepada selain diri-Nya. Oleh
karena itu wajib bagi manusia untuk mencampakkan tuhan – tuhan palsu dan
mengingkari mereka, meninggalkan *din* yang lain, untuk menyembah Allah
semata. Manusia harus mencurahkan diri semata – mata untuk mengabdi dan
bertanggung jawab kepada-Nya. [QS. Ali Imran [3] : 83] bagaimana manusia
bisa cenderung menghamba dan mematuhi yang lain selain Tuhan, sementara
segala sesuatu yang lain, baik di langit maupun di bumi, menjadi abdi dan
hamba yang patuh kepada Tuhan semata, dan mempertanggungjawabkan perbuatan
mereka hanya kepada Tuhan?

Apakah manusia ingin menggunakan cara-cara yang menyimpang bagi dirinya,
berbagai bentuk eksistensi yang independen dan otonom, dengan menentang
hukum alam? (QS. At-Taubah [9]: 33)

Allah telah mengirimkan Rasul-Nya dengan membawa *din* yang benar dengan
tujuan mengakhiri kekuasaan semua tuhan – tuhan palsu dan mengkaruniai kita
kebebasan yang luas sehingga kita menjadi abdi hanya bagi Tuhan semesta
alam, betapa pun para penyembah tuhan – tuhan lain tidak suka atau bahkan
menentangnya.

(QS. Al-Anfal [8] : 39)

Pesan yang terkandung dalam ayat ini jelas. Kita harus berperang sampai
kekuasaan segala mahluk selain kekuasaan Tuhan berakhir, sampai hanya hukum
dan peraturan – peraturan Tuhan yang berlaku di dunia ini, sampai hanya
kedaulatan Tuhan semata yang diakui, sampai kita mengabdi hanya kepada-Nya.

Dengan demikian, tiga makna *din* adalah:

1. Mengakui Allah sebagai Tuhan, Raja dan Penguasa.

2. Mematuhi dan mengabdi kepada-Nya

3. Bertanggung-jawab kepada-Nya, hanya takut kepada siksa-Nya dan hanya
mengharap pahala dari-Nya.

*Din* juga mencakup kepatuhan kepada Rasulullah. Karena ajaran – ajaran
Tuhan disampaikan kepada umat manusia melalui kitab – kitab suci-Nya dan
para Rasul-Nya. (QS. Al-A’raf [7]: 35)

Tidak seorang pun yang menerima ajaran – ajaran Allah secara langsung
(pelaku tasawuf ada yang berani mengaku demikian!). Siapa pun yang mengakui
Allah sebagai penguasa hanya dapat diterima sebagai patuh kepada-Nya jika
dia mematuhi para Rasul-Nya dan hidup di bawah tuntunan yang disampaikan
melalui mereka.

*Makna Syariah*

Arti “syari’ah” adalah jalan dan cara. Kita memasuki *din* jika kita
menerima Tuhan sebagai Raja kita, hidup untuk mengabdi kepada-Nya,
menganggap bahwa Rasul memegang otoritas atas nama Tuhan, mengakui bahwa
Kitab Suci diturunkan dari-Nya. Cara – cara yang dengannya kita harus
mengabdi kepada Tuhan dan jalan yang harus kita lalui untuk mematuhi-Nya
disebut “syari’ah”.

“Cara” atau “jalan” ini disampaikan oleh Tuhan kepada umat manusia melalui
Rasul-Nya. Rasul lah yang menuntun kita bagaimana menyembah Tuhan. Bagaimana
membuat tubuh dan hati
kita bersih, apa itu kebenaran dan kebaikan, bagimana
memenuhi hak, bagaimana melakukan transaksi dan berhubungan dengan sesama
manusia, bagaimana mengarahkan hidup dan lain – lain.

*Dasar – dasar perbedaan*

Perbedaan pokok antara *din* dan *syari’ah* adalah: sementara *din* sejak
dulunya sama dan satu, sedangkan syariah beragam. Ada perubahan atau
pencabutan pada *syar’ia*h terkemudian terhadap *syari’ah* terdahulu, namun
tidak mengubah *din*-Nya. *Din* Nabi Nuh sama dengan *din* Nabi Ibrahim
a.s., Nabi Musa a.s. Nabi Isa a.s., Syu’ain a.s., Hud a.s., Shalih a.s. dan
Muhammad saw. Tetapi *syari’ah* yang diturunkan kepada mereka (bisa saja)
berlainan satu dengan yang lain.

(Sumber : al-Maududi, Abul A’la . Let Us Be Muslims / Menjadi Muslim Sejati,
Jogjakarta : Mitra Pustaka, 1998)

Sesuatu disebut dien (agama, apabila memenuhi setidaknya empat unsur :

1. Ada satu atau lebih yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai

2. Ada ketaatan, kepatuhan bagi pemeluknya kepada yang ditaati,
dipatuhi, ditakuti dan atau dicintai

3. Ada kegiatan – kegiatan / aktivitas dari pemeluknya yang tata
caranya diserahkan kepada yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai.

4. Ada balasan dari yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau dicintai
kepada para pengikutnya.

Contoh Dienul Islam:

1. Yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan dicintai hanyalah Allah SWT

2. Ada ketaatan, kepatuhan kepada Allah karena adanya nikmat Iman dan
Islam.

3. Ada kegiatan – kegiatan / aktivitas dari pemeluknya yang tata
caranya diserahkan kepada yang ditaati, dipatuhi, ditakuti dan atau
dicintai. Yang bersumber Al-Quran dan as-sunnah. Yakni kegiatan ibadah dalam
arti khusus dan dalam arti luas

4. Ada balasan baik disegerakan, maupun diakhirkan dari Allah SWT
kepada umatnya.

Contoh Demokrasi sebagai din buatan manusia:

1. Mereka yang memperoleh suara terbanyak maka dijadikan sesembahan.
Sebagaimana Nasrani menjadikan orang-orang alim dan pendetanya sebagai
sesembahan selain Allah (Tafsir QS At-Taubah : 31).

2. Adanya ketaatan dan kepatuhan dalam menjadikan hukum buatan manusia
sebagai sumber hukum tertinggi atau sebagai sumber dari segala sumber hukum.

3. Adanya kegiatan-kegiatan penjaminan kebebasan dari sesembahan bagi
para penganutnya untuk memuaskan hawa nafsunya masing - masing.

4. Ada balasan berupa materi, kedudukan tinggi dsb bagi yang dinilai
berjasa besar mendudukan para sesembahan di posisinya sekarang dan balasan
berupa ancaman, siksaan dan pembunuhan bagi yang menentang kekuasaan mereka.

Semua Nabi hanya membawa Islam saja. Lalu bagaimana dengan Yahudi atau
Nasrani, bukankah agama tersebut dibawa oleh anak cucu Nabi Ibrahim a.s.
yakni Nabi Musa a.s dan Nabi Isa a.s.? Anggapan tersebut adalah anggapan
salah dan batil!

Perhatikan firman Allah yang artinya : “ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi
dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakqub dan *anak
cucunya*, adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah: "Apakah
kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih lalim
daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya?"… (QS.
Al-Baqarah : 140)

Maka din selain Islam adalah din buatan manusia, termasuk Nasrani, Yahudi
dan juga Demokrasi.

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas yang diriwayatkan Al Hakim dengan sanad yang
shahih: “Orang-orang Quraisy datang kepada Rasul: *“Hai Muhammad, kambing
mati siapa yang membunuhnya?”*, beliau berkata: *“Allah yang mematikannya”*,
lalu mereka berkata: *“Kambing yang kalian sembelih kalian katakan halal,
sedangkan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang mulia dengan
pisau dari emas (maksudnya bangkai) kalian katakan haram ! berarti
sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”*.

Dan perhatikan firman Allah SWT yang artinya :

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah
ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu
kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan *jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik**”*. *(QS. Al An’am : 121)*

Dan ucapan ini adalah bisikan atau wahyu syaitan kepada mereka dan
ketahuilah: “Jika kalian mentaati mereka (ikut setuju dengan hukum dan
aturan mereka yang bertentangan dengan hukum dan aturan Allah) maka kalian
ini orang-orang musyrik”. Dalam hal ini ketika orang mengikuti hukum yang
bertentangan dengan aturan hukum Allah disebut musyrik, padahal hanya dalam
satu hal saja, yaitu penghalalan bangkai. Sedangkan orang yang membuat
hukumnya disebut syaitan, dan hukum tersebut pada dasarnya adalah wahyu
syaitan atau bisikan syaitan, kemudian digulirkan oleh wali-wali syaitan
dari kalangan manusia, dan orang yang mengikuti hukum-hukum tersebut disebut
sebagai orang musyrik…!

Berlepas diri dari kemusyrikan, dari orang - orang musyrik berikut tata cara
kehidupannya dalilnya adalah firman Allah yang artinya…

“…telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” *(QS. Al Mumtahanah :
4)*

Wallahu a’lam

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

...

Dien dalam perspektif tafsir Al-Qur'an

assalaamu’alaikum wr. wb.

Konsep Al-Qur’an Mengenai Islam Sebagai Dien

Menurut Al-Qur’an, Islam adalah nama bagi syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Allah dalam Al-Qur’an menyatakan kitab ini sebagai Kitab Suci dien tersebut. Namun, Al-Qur’an juga menyatakan referensi kedua yang merupakan turunan dari Al-Qur’an itu sendiri, yaitu tradisi Nabi Muhammad saw yang disebut al-hadits (Q.S. [59] : 7). Nama Allah adalah nama absolut ('alam) (Q.S. [112]). Berdasarkan Al-Qur’an dan hadits, sistem keyakinan dan formal ibadah dalam Islam disusun.

Berkenaan dengan otoritas tertinggi, Allah adalah Tuhan yang menjadi sumber agama melalui wahyu yang dituangkan dalam Al-Qur’an atau diajarkan pada Nabi-Nya, Muhammad saw. Islam membedakan jelas kedudukan Tuhan dan Rasul. Rasul adalah manusia biasa (Q.S. [17] : 93), bukan pembuat agama (Q.S. [69] : 44), tapi bertugas memanifestasikan kehendak Allah dalam perbuatan dan tuturkata (Q.S. [53] : 3-4). Posisi Rasul sebagai sumber hukum adalah posisi secara teknis, adapun hakikatnya Allah adalah sumber hukum yang menurunkan firman atau agama-Nya melalui Rasul.

Dalam Islam, kedudukan dan otoritas Rasul Muhammad saw sebagai penerima wahyu dan legislator agama tidak tergantikan (Q.S. [33] : 40). Oleh karena itu Islam tidak mengenal persona atau institusi ketuhanan yang mengaku punya otoritas dan mengatasnamakan Allah. Pengikut Rasul hanya menggantikan tugas beliau sebagai pelaksana dan penyebar (da’i) terhadap risalah Allah.

Oleh karena itu dalam Islam ada istilah syari’ dan faqih. Syari’ (legislator) adalah sumber agama yang hanya terdiri dari dua pihak, yaitu Allah dan Rasul-Nya. Sementara manusia yang menerima risalah, berfungsi sebagai faqih, artinya faham, yaitu pihak yang memahami risalah Allah yang diturunkan pada manusia. Faqih ini bisa disebut ulama atau mujtahid. Oleh karena itu, julukan yang diberikan pada para ahli fiqih, yaitu orang yang menggeluti hukum Allah, adalah fuqaha’. Contohnya adalah fuqaha’ sab’ah; generasi murid shahabat (tabi’in) di Madinah yang mumpuni dalam fiqih Islam.

Sebutan "dien" bagi Islam dalam Al-Qur’an diiringi dengan beberapa sifat yaitu "agama yang lurus", "agama yang murni", agama yang benar, "agama disisi Allah", agama yang diterima", "agama Allah", serta "agama yang sempurna, diridhai" (Q.S. [9] : 36, [39] : 3, [48] : 28, [3] : 19, [3] : 83, dan [3] : 85).

Al-Qur’an menegaskan tiga sifat Islam sebagai dien. Pertama, otentik dan valid dengan penjagaan dari Allah (Q.S. [15] : 9). Kedua, sempurna dari kesalahan (Q.S. [41] : 42 dan [9] : 29). Ketiga, satu-satunya jalan keselamatan (Q.S. [3] : 85).

Tiga sifat ini dikukuhkan sebagai jawaban atas kebutuhan manusia pada tuntunan hidup. Orisinalitas Islam meletakkan dien ini steril dari upaya-upaya distorsi-manipulasi sebagaimana agama-agama sebelumnya. Kesempurnaan Islam, bukan hanya berarti Islam adalah agama yang benar, tapi berarti kebenaran Islam bersifat unggul (ultimate). Kalau ada sistem lain yang punya kebenaran, dari banyak segi Islam akan lebih baik lagi. Kesempurnaan ini juga berarti Islam telah melalui proses kelayakan sejarah, dimana konsep Islam pernah mengalami implementasi dan menghasilkan bentuk kehidupan yang sesungguhnya dicari oleh semua manusia. Kesempurnaan Islam juga bermakna Islam adalah dien minus cacat, tidak butuh koreksi, reformasi, dan tidak akan ditemukan kesalahannya meskipun dengan usaha yang paling serius.

Islam sebagai jalan keselamatan tunggal berarti dien ini harus diterima oleh semua manusia yang menginginkan keselamatan. Dien ini harus diserukan kepada semua orang. Dien ini juga menjadi standar untuk mengukur kebenaran bagi nilai apapun yang ditemukan dimuka bumi.

Sebagai klimaks dari prestasi Islam, Allah menyebutkan dien ini diridhai, menurut firman-Nya dalam Q.S. Al-Maidah ayat ke-3, “Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan aku telah genapkan nikmatKu atasmu dan Akupun rela Islam menjadi dien untukmu”. Dalam Islam, ridha Allah adalah tujuan hidup paling utama (ultimate goal), dimana ridha merupakan pernyataan kesesuaian antara fakta dengan kehendak Tuhan. Dengan demikian ridha Allah pada Islam merupakan rekomendasi terhadap dien ini sebagai syariat bagi manusia dalam mencapai tujuan hidup yang dia cari.

Sementara penganut dien Islam itu disebut muslim. Menurut Al-Qur’an, semua manusia memiliki kesempatan terbuka untuk memeluk Islam dan mengamalkan agama ini sesuai dengan kehendak Allah. Kesempurnaan Islam menjadikan dien ini bisa berintegrasi dengan sempurna dalam wujud ketaatan seorang hamba. Integrasi antara syariat dan ketaatan disebut amal saleh, yaitu suatu amalan yang memenuhi dua kriteria ; kesesuaian dengan ketentuan Allah dan dilandasi keikhlasan.

Dalam konteks personal, integrasi antara iman dan amal (syariat dan ketaatan) digambarkan oleh Allah dalam surah Al-Bayyinah. Dalam surah ini Allah membandingkan ketaatan yang dilakukan oleh ahlul kitab dan musyrikin disatu sisi dengan ketaatan seorang mu’min. Menurut Allah, ahlul kitab dan musyrikin adalah kafir dan mendapat balasan neraka, sementara mu’min adalah diridhai Allah dan mendapat balasan surga. Tak hanya dalam konteks personal, menurut Al-Qur’an, integrasi antara iman dan amal ini juga mewujud dalam konteks masyarakat. Dalam surah At-Taubah, Allah menyatakan bahwa golongan muhajirin dan anshar yang membentuk komunitas masyarakat dan negara di Madinah, telah mencapai keadaan “diridhai Allah dan Allah-pun ridha pada mereka”.

Ini berarti bahwa impementasi ideal terhadap ajaran Islam bukan ada dalam imajinasi layaknya konsep hidup di luar Islam yang selalu mencari model implementasi ideal. Konsep-konsep ini akhirnya hanya bertahan sebagai eksperimen tanpa menemukan ruangan nyata bagi ide-idenya.

Oleh karena itu, para shahabat ditempatkan dalam peringkat pertama sebagai sumber dalam memahami syariat. Dalam kaidah tafsir dikatakan, “Penafsiran shahabat Nabi, lebih diutamakan daripada yang lainnya”. Rasulullah saw. memerintahkan untuk meneladani para shahabat dalam menjalankan agama.

Adapun dien Islam, sejak diawal sudah menampilkan satu harmoni yang mengambarkan keselarasan antara konsep dan realita. Karakter dari sumber agama Islam jauh dari kepelikan-kepelikan seumpama premis filsafat atau kebuntuan makna dalam kitab-kitab suci yang telah terkorupsi (corrupted scriptures).

Muslim dengan seksama dan mudah dapat menemukan referensi terhadap semua persoalan hidupnya. Mulai dari persoalan kemasyarakatan seperti ekonomi, politik, negara, parlemen, perbankan, hingga masalah yang sangat privat seperti tata cara mencuci najis sehabis buang air kecil (istinja’). Semua rambu-rambu, simbol, metode, tata cara, hukum-hukum, keyakinan dan juklak diatur dalam bab-bab dengan sistematis pada kitab-kitab hadits dan fiqih.

Lagi-lagi ide liberal mengalami kebuntuan tatkala berhadapan dengan dien Islam. Tudingan hermeneutis yang mempersoalkan kesenjangan antara kata dan makna, semisal anggapan kemustahilan untuk menemukan kebenaran hakiki saat menafsirkan Al-Qur’an, dengan sendirinya terbantahkan.

Al-Qur’an telah merekomendasikan kehakikian Islam sebagai dien dalam arti syariat dan dien dalam arti kemungkinan implementasinya dalam wujud ketaatan personal maupun masyarakat. Ini artinya proses ketepatan pengamalan Islam yang berangkat dari penafsiran terhadap nash sangatlah terjamin. Allah menjaga Al-Qur’an baik sebagai rasm (scripture), sebagai mushaf (canon), sebagai bacaan (recitation), maupun sebagai ajaran yang mengandung makna-makna (meanings). Allah berfirman, “Sesungguhnya (menjadi tanggungan) Kami-lah penyusunan Al-Qur’an (dalam dadamu) dan pembacaannya. Jika sudah kami baca, maka ikutilah bacaannya. Lalu Kami-lah yang akan menjelaskan isinya.” (Q.S. Al-Qiyaamah [75] : 17-19). Ditempat lain, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan peringatan (Al-Qur’an) dan Kami-lah yang akan menjaganya” (Q.S. Al-Hijr [15] : 9).

Rekomendasi Al-Qur’an ini dirinci dalam sistematika disiplin ilmu yang menjaga orisinalitas teks dari pemalsuan, dan orisinalitas makna teks dari penafsiran yang bathil. Maka dalam disiplin ilmu Islam, kita akan menemukan dua jenis ilmu pemelihara, yang satu mengarahkan kerjanya pada penjagaan orisinalitas teks, yaitu ilmu hadits, dan ilmu riwayat yang diarahkan pada penjagaan terhadap keaslian makna teks yaitu ilmu ushul fiqih dan ilmu tafsir.

Benturan liberal terhadap dua jenis disiplin ini begitu memutus-asakan mereka sehingga sampai saat ini tidak ditemukan satupun metodologi yang sanggup menandingi kecanggihan apalagi menggugurkan dua genre disiplin ini. Jikalau eksperimen orientalisme dinilai sebagai gerakan resmi telah muncul pada abad kesepuluh di masa Paus Sylvester II, berarti saat ini sudah 1000 tahun kegiatan dekonstruksi terhadap Islam itu berlangsung. Sepanjang masa ini, dapat dinilai usaha-usaha orientalisme telah gagal meskipun ditopang dengan kerja yang sangat sistematis, serius dengan skill yang sangat tinggi. Maka, anak-anak muda liberal yang baru belajar pada orientalisme itu, rasanya lebih pantas untuk diragukan.